Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu tokoh punakawan dalam
kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tokoh ini
dikisahkan sebagai anak bungsu Semar. Dalam pewayangan Sunda juga
terdapat tokoh panakawan yang identik dengan Bagong, yaitu Cepot atau Astrajingga.
Namun bedanya, menurut versi ini, Cepot adalah anak tertua Semar. Dalam wayang
banyumasan Bagong lebih dikenal dengan sebutan Bawor.
Ciri
fisik
bagong |
Sebagai seorang panakawan yang
sifatnya menghibur penonton wayang, tokoh Bagong pun dilukiskan dengan
ciri-ciri fisik yang mengundang kelucuan. Tubuhnya bulat, matanya lebar,
bibirnya tebal dan terkesan memble.
Dalam figur wayang kulit, Bagong membawa senjata kudi.
Asal-usul
Beberapa versi menyebutkan
bahwa, sesungguhnya Bagong bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan penjelmaan seorang
dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia bersama
kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh keturunan adik mereka,
yaitu Batara Guru.
Togog dan Semar sama-sama
mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal, supaya masing-masing diberi
teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan pertanyaan berbunyi, siapa kawan
sejati manusia. Togog menjawab "hasrat", sedangkan Semar menjawab
"bayangan". Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta
hasrat Togog menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta
menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong.
Versi lain menyebutkan, Semar
adalah cucu Batara Ismaya. Semar mengabdi kepada seorang pertapa bernama Resi Manumanasayang kelak menjadi leluhur para Pandawa. Ketika Manumanasa hendak mencapai moksha, Semar
Bagong pada zaman Kolonial
Keluarga besar Kesultanan
Mataram saat itu pun terpecah belah. Ada
yang mendukung pemerintahan Amangkurat I yang pro-Belanda, ada pula yang
menentangnya. Dalam hal kesenian pun terjadi perpecahan. Seni wayang kulit
terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai Anjang Mas yang
anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang sebaliknya.
Rupanya pihak Belanda tidak
menyukai tokoh Bagong yang sering dipergunakan para dalang untuk mengkritik
penjajahan VOC. Atas dasar ini, golongan Kyai Panjang Mas pun menghilangkan
tokoh Bagong, sedangkan Nyai Panjang Mas tetap mempertahankannya.
Pada zaman selanjutnya,
Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan dan berganti nama menjadi Kasunanan
Kartasura. Sejak tahun1745 Kartasura kemudian dipindahkan ke Surakarta. Selanjutnya terjadi perpecahan yang
berakhir dengan diakuinya SultanHamengkubuwana I yang bertakhta di Yogyakarta.
Dalam hal pewayangan, pihak
Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang
panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan
aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.
Akhirnya, pada zaman
kemerdekaan Bagong bukan lagi milik Yogyakarta
saja. Para dalang aliran Surakarta
pun kembali menampilkan empat orang punakawan dalam setiap pementasan mereka.
Bahkan, peran Bagong cenderung lebih banyak daripada Gareng yang
biasanya hanya muncul dalam gara-gara saja.
Bagong versi Jawa Timur
Dalam pewayangan gaya Jawa
Timuran, yang berkembang di daerah Surabaya, Gresik, Mojokerto, Jombang, Malang dan
sekitarnya, tokoh Semar hanya
memiliki dua orang anak , yaitu Bagong dan Sarangaja. Bagong sendiri memiliki
anak bernama Besut.Dalam versi ini adik Bagong memang
jarang di pentaskan namun ada lakon tertentu dimana Sarangaja keluar seperti
lakon Adeg'e Khayangan Suralaya dimana pada cerita ini menceritakan Asal usul
Bagong dalam versi Jawa Timur.
Tentu saja Bagong gaya Jawa Timuran
memiliki peran yang sangat penting sebagai panakawan utama dalam setiap
pementasan wayang. Ucapannya yang penuh humor khas timur membuatnya sebagai
tokoh wayang yang paling ditunggu kemunculannya.
Dalam versi ini, Bagong
memiliki nama sebutan lain, yaitu Jamblahita.